Toraja Never Ending Story

Memelihara Rindu Abadi di Tanah Para Raja

tongkonan toraja
tari pa'gellu marimbunna

aihihihihi

Dimanakah Tuhan kala itu? Saat Ia menghadiahiku sebuah pertemuan manis yang bahkan tak pernah aku hayalkan seumur hidup.

Kemudian suara gong menggema dalam sunyi malam membelah hutan saat bulan purnama. Aku pun tersadar dari lamunan panjang. Melintasi gunung, hutan, jurang, sawah, membelah kesunyian di antara gereja dan tongkonan. Aku tersesat.

Tapi ternyata Tuhan tengah menyiapkan hadiah manis. Menempaku dengan perasaan jatuh-cinta-kehilangan-pulang-dan-kembali. 

Aku kembali. Ke ‘Tanah Para Raja’ yang menyimpan seribu cerita.

Toraja Never Ending Story.

Sebuah Pengantar

logo lilpjourney

Apa yang membuat aku begitu nyaman dan bahagia berada di tengah kota yang asing ini sendirian?

Karena setiap kali aku kembali, aku selalu merasa berada di rumah sendiri. Dikeliling oleh saudara dan sahabat baru yang dipilihkan Tuhan. Jika ada yang orang yang bertanya, apakah aku bahagia?

Aku akan menjawan dengan tegas : sangat bahagia. Malam itu salah satu buktinya. Saat ia menyapaku untuk pertama kali dan kemudian berhasil menarikku dalam magisnya Tanah Para Raja ini. Pun setelah ia pergi. Aku tetap bahagia. Karena di kota ini aku dipertemukan dengan sahabat dan saudara baru yang menerimaku sebagai bagian dari diri dan keluarganya.

Terimakasih Tuhan.

Terimakasih para sahabat.

Terimakasih Toraja, untuk setiap sudut kotamu yang temaram ramah dan hangat.

Jika kelak aku tak dapat kembali lagi, maka izinkan aku untuk memelukmu dalam Memelihara Rindu Abadi di Tanah Para Raja.

Selamat menikmati.

Untuk Adit

untuk adit

Hi Dit! Apa kabar? Semoga kamu bahagia di sana.

Lama sekali ya kita nggak ketemu dan ngobrol di bar kedai kopi. Terakhir kita ketemu, kamu mengkritisi perubahan habit per-kopi-an baru yang lebih memilih memberikan secarik kertas yang berisi informasi kopi, ketimbang membangun komunikasi antara barista dan pelanggan. 

Sampai aku mengetik tulisan ini, sungguh aku masih belum percaya kamu sudah lebih dulu pergi.

Dit, terimakasih ya sudah mengajari aku cara minum kopi. Sudah menceritakan banyak hal tentang kopi dan prosesnya. Andai saat itu kamu tidak menawari aku minum secangkir kopi Toraja V60 buatanmu, mungkin blog aku isinya hanya sebatas curhat.

Tapi berkat keramahanmu saat itu, aku jadi tau tentang kopi. Aku jatuh cinta pada kopi dengan semua rasa pahitnya yang jujur. Aku pun berpetualang pertama kali ke Toraja dan berkenalan dengan ‘dia’ juga karena kopi. Terimakasih Dit, sudah membuat aku jatuh cinta dengan kopi hingga akhirnya aku jatuh cinta dengan Toraja.

Adit, aku mungkin bukan seorang teman yang spesial untuk kamu. Tapi kamu adalah peracik kopi favoritku. Jujur kadang masih seperti mimpi saat kabar duka itu datang. Terimakasih Adit sudah menjadi teman ngobrol di bar kedai kopi yang asyik.

Bahagia di sana Adit. InsyaAllah surga untuk orang baik seperti kamu. Aamiin

Pernahkah kalian jatuh cinta dengan suatu tempat hingga kalian berulang kali mengunjunginya dan tak pernah bosan? Seperti itulah Toraja Utara bagiku. Sebuah kota yang awalnya asing, namun setelah perjumpaan pertama pada bulan September 2017 mampu membuat aku jatuh cinta dan datang lagi.

Padahal Indonesia punya 514 kabupaten dan kota. Tapi kenapa harus Toraja Utara?

Akhirnya pada kunjungan ketujuh aku pun menemukan jawabannya. Karena di Toraja Utara kalian akan menemukan banyak kejutan, Toraja never ending story. Bahkan setelah tujuh kali berkunjung, rasanya masih ada lubang besar dalam perjalananku.

Berkenalan dengan Toraja Utara

Aku masih ingat, saat itu sedang melakukan panggilan telepon dengan seorang teman sambil menonton televisi. Lalu muncul video liputan dengan judul : Pesta Kematian di Toraja. Setelah membaca judulnya, semua perhatianku langsung terpusat pada siaran televisi tersebut.

Waktu itu aku belum mengenal Toraja. Yang ada diingatanku saat melihat siaran tersebut adalah lembaran buku IPS sekolah dasar yang menampilkan rumah dengan arsitektur unik yang mempunyai atap melengkung.

Sejak saat itu, aku langsung memasukkan Toraja dalam bucket list liburanku. Aku pun secara gigih mencari tau tentang ‘jeroan’ Toraja. Seperti tempat wisata di Toraja, bagaimana adat di sana, dan tentu saja bagaimana cara ke Toraja.

Di perjalanan, aku menemukan fakta bahwa Toraja itu ada dua. Tana Toraja dan Toraja Utara. Dua kota yang kadang dianggap sama padahal berbeda wilayah administrasi. Kabupaten Toraja Utara adalah hasil pemekaran daerah dari Kabupaten Tana Toraja yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2008 dengan Ibukota Rantepao.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, saat liburan 2017 aku memutuskan untuk pergi ke Toraja Utara. Saat itu aku sangat terobsesi dengan objek wisata Ke’te Kesu dan Bori’ Kalimbuang. Dua tempat yang menjadi saksi sejarah panjang Toraja dan kebudayaannya.

Ternyata Tuhan sudah menyiapkan kejutan untukku.

Aku sangat percaya bahwa Tuhan selalu mengikuti prasangka hamba-Nya. Pun saat aku merasa belum puas dengan perjalanan ke Toraja Utara tahun 2017 yang hanya 12 jam. Secara ajaib, sejak saat itu aku jadi sering jalan-jalan ke Toraja Utara. Saat aku jenuh dengan semua rutinitas kantor dan hawa panas di Banjarmasin yang kadang bisa mencapai 33 derajat celcius, entah kenapa yang ada di kepalaku hanya ‘Liburan Toraja Utara’.

Hingga akhirnya aku sadar. Bahwa sejak 2017, Toraja Utara sudah menjadi ‘rumah’ yang bisa aku singgahi kapan pun. Sayangnya, pandemi Covid-19 datang. Aku yang punya seribu rencana untuk ‘pulang’ ke Toraja Utara pun, harus berdiam diri di rumah.

Tapi lagi-lagi Tuhan memberiku kejutan. Pada pertengahan Tahun 2021 ada lomba blog pariwisata tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Toraja Utara dan Geopark Toraja Utara. Saat melihat persyaratannya, aku pun langsung tersenyum sambil merapal doa :

Tuhan jika ini adalah hadiah dari-Mu, maka biarkan aku kembali lagi ke Toraja Utara. Biarkan aku ‘pulang’ dan melepas rinduku pada kota ini.

Tanpa ragu-ragu aku pun langsung mengirim sebuah artikel dengan judul ‘Terjebak Rindu Pada Magisnya Toraja‘. Ada 4345 kata yang aku tuangkan dalam tulisan itu

Pemenang Lomba Blog Toraja Highland Festival Tahap I

pemenang lomba blog nasional toraja highland festival

Tubuhku dipenuhi adrenalin. Debaran rindu membuncah. Akhirnya aku ‘pulang’ ke Toraja Utara.

Siang itu sebuah kabar bahagia datang dari pesan WhatsApp. Akhirnya setelah tertunda hampir dua bulan, pengumuman pemenang lomba blog pariwisata tingkat nasional Toraja Highland Festival diumumkan. Aku pun langsung memeluk suamiku yang saat itu sedang sibuk membuat desain studio virtual.

“Aku menang lomba blog Toraja Highland Festival tahap I,” ucapku penuh rasa gembira. 

Ia pun membalas pelukanku sambil mengucapkan selamat. Ia paham betul bagaimana istrinya sangat mencintai kota yang dijuluki Tanah Para Raja ini tanpa celah sedikit pun. 

Satu hari setelah pengumuman pemenang lomba, akun official Toraja Highland Festival mengirimkan pesan di Instagram. Pesan tersebut berisi ucapan selamat dan juga agar aku memberikan konfirmasi ke pihak panitia.

Koordinasi awal perihal lomba blog dilaksanakan langsung oleh Pak Prana Suaebo, ketua panitia Toraja Highland Festival. Kemudian koordinasi dilanjutkan oleh Kak Alvian Pantanduk. Alhamdulillah koordinasi berjalan lancar dan pihak panitia sangat kooperatif dalam memberikan informasi. Termasuk saat aku meminta surat undangan resmi agar bisa mengajukan cuti.

Toraja Highland Festival, Menyambut Era Baru Pariwisata

Pandemi memang belum juga usai. Namun, berbagai langkah strategis pemulihan ekonomi dan sektor pariwisata terus digalakkan pemerintah. Seperti halnya di Kabupaten Toraja Utara.

Pelaksaan kegiatan Toraja Highland Festival merupakan salah satu tanda kesiapan Pemerintah Toraja Utara dalam menyambut era baru pariwisata sekaligus pemulihan ekonomi daerah dengan memberdayakan UMKM di daerah.

Event Toraja Highland Festival 2021 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Toraja Utara bersama Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Toraja Utara, dan Geopark Toraja Utara resmi digelar pada tanggal 4-10 Oktober 2021.

Pada grand opening (4/10/2021) yang dilaksanakan di Misliana Hotel, disampaikan tema Toraja Highland Festival adalah ‘Sinergitas Antarlini untuk Membangkitkan Pariwisata dari Desa Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Bangsa’.

Ibu Damayanti Batti, Ketua Masyarakat Sadar Wisata (Masata) Toraja Utara, memaparkan bahwa tujuan pelaksanaan Toraja Highland Festival adalah untuk mengenalkan program nasional pada sektor pariwisata, seperti desa wisata, geopark, dan UMKM pada generasi muda hingga masyarakat luas.

Adapun rangkaian event Toraja Highland Festival yang diselenggarakan tanggal 4-10 Oktober 2021 ini adalah:

  • 4 Oktober 2021 berlokasi di Hotel Misiliana : Grand Opening dan Bulan Inklusi Keuangan OJK
  • 5 Oktober 2021 berlokasi di Hotel Misiliana : Seminar Nasional
  • 4-9 Oktober 2021 berlokasi di Lapangan Bakti Ratepao :
    • Vaksinasi
    • Pekan Raya Toraja (pameran UMKM dan fotografi)

Pada rangkaian event Toraja Highland Festival ini, juga ada lomba nasional fotografi dan blog. Semua peserta lomba yang datang ke Toraja Utara akan diajak menapaki pesona Toraja Utara dari landscape hingga budaya.

Pada seleksi awal, ada 20 orang fotografer dari berbagai daerah di Indonesia yang hadir :

  1. @ranarpradiptoindonesia
  2. @priantopuji
  3. @rickykukeko
  4. @zavhey
  5. @lawerissa
  6. @focusfeelsecond
  7. @ichmunandar
  8. @raiyanim
  9. @agustinuselwan
  10. @fajruliikhsan
  11. @rezzkiki
  12. @mjeffryhanafiah
  13. @imranrosadi_imee
  14. @addas_kadir
  15. @imbajaya
  16. @anjasetiady
  17. @muhsyahid
  18. @muh_rifandi
  19. @hamri_w
  20. @avneevie

20 orang fotografer tersebut akan memperebutkan juara 1, 2, 3 dan juara harapan 1, 2 , 3 dangan 5 aspek penilaian yaitu landscape, budaya, daily life, potret, dan arsitektur.

Sedangkan untuk blogger, hadir tiga orang peserta :

  1. @putriii_santoso dari Banjarmasin
  2. @malica_ahmad dari Lamongan
  3. @araiamelya dari Malang

Persiapan Toraja Highland Festival

Bepergian di masa pandemi memang memunculkan adrenalin. Di mana selain siap secara finansial, tapi juga kesehatan dan mental. Walaupun sudah di vaksin dosis dua, aku pun masih kerap merasakan cemas.

Jadi langkah terbaik yang aku lakukan untuk persiapan Toraja Highland Festival adalah selalu menerapkan protokol kesehatan seperti selalu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, membawa hand sanitizer, dan tak lupa menjaga imun dengan olahraga serta minum vitamin.

1-3 Oktober 2021

Tidak terasa sudah H-2 keberangkatan ke Toraja Utara. Sesuai dengan aturan penerbangan yang baru, selain sudah melakukan vaksinasi Covid-19 minimal dosis pertama juga harus melakukan swab PCR dengan hasil negatif maksimal 48 jam sebelum keberangkatan.

Setelah membeli tiket pesawat di Traveloka include dengan swab PCR, hari Jum’at (1/10/2021) aku pergi ke laboratorium yang bekerjasama dengan maskapai penerbangan yang aku gunakan. Alhamdulillah, hasil tes swab PCR ku dinyatakan negatif.

Minggu, 3 Oktober 2021, aku pun bertolak ke Makassar. Setelah tiba di Makassar, pukul 9 malam aku dan teman-teman blogger serta fotografer berangkat menuju Toraja Utara dari meeting point di Pixel City. 

Cerita lengkap perjalanannya Keseruan Toraja Highland Festival ada di link tersebut ya.

4 Oktober 2021, Pembukaan Menyusuri Magisnya Toraja

Bagi aku Toraja Utara bukanlah sekadar tempat untuk beriwisata. Aku pun masih ingat pesan seorang teman di Toraja Utara :

“Jika ingin mengenal Toraja jangan menjadi wisatawan, tapi jadilah petualang,” tuturnya. 

Aku sangat tidak sabar dengan petualangan di Toraja Utara yang ketujuh kalinya selama 5 hari kedepan. Debaran adrenalin ini semakin nyata ketika aku disuguhi salah satu rangkain upacara Rambu’ Solo’ di Lo’lai.

Rangkaian Kegiatan 4 Oktober 2021

Rambu Solo' Lo'lai

Pekan Raya Toraja

Technical Meeting

Pukul 6 pagi aku dan rombongan sampai di Pia’s Poppies Toraja Utara. Di sinilah aku dan semua peserta lomba lainnya tinggal selama event Toraja Highland Festival. Setelah meletakkan ransel hitam dengan nyaman di pojok kamar dan mandi, aku pun bergegas ke lobby hotel lagi.

Sarapan!

Tentu saja, cacing di dalam perut sudah mulai bangun dan meminta jatah makanan untuk hari ini. Setelah memesan satu porsi sarapan dan mengambil secangkir kopi, aku pun duduk di salah satu meja yang menghadap ke sawah dan taman. Tak lama dua orang teman blogger lainnya datang. Ada Mba Malica dari Lamongan dan Mba Arai dari Malang.

Aku dan Mba Malica sudah berteman cukup lama, sejak pernah sama-sama belajar di kelas Search Engine Optimization. Sedangkan Mba Arai baru aku kenal saat tau kami sama-sama memenangkan lomba blog. Senang sekali, saat ketujuh kalinya ke Toraja Utara aku nggak datang sendirian lagi. Tapi juga bersama teman blogger. Artinya akan semakin banyak orang yang menulis tentang Toraja, Tanah Para Raja. 

Mengapa Toraja disebut sebagai Tanah Para Raja? Jadi saat dulu aku menelusuri tentang Toraja, aku menemukan sebuah artikel yang menarik. Di mana di dalamnya diterangkan Toraja disebut sebagai Tanah Para Raja Surgawi karena terdapat mitos yang menceritakan bahwa nenek moyang asli masyarakat Toraja dipercaya berasal dari surga dan turun langsung ke bumi dengan menggunakan tangga. Tangga inilah yang kemudian berfungsi sebagai media komunikasi antara nenek moyang dengan Puang Matua (Tuhan dalam kepercayaan Aluk Todolo masyarakat Toraja).

Ah pantas saja sampai ucapan ‘Jangan Mati Sebelum ke Toraja’.

Selain keindahan alamnya yang membius siapapun yang datang, kekayaan adat di Toraja seakan tak tergerus oleh semua modernisasi yang terjadi. Malah modernisasi ini membuat nama Toraja Utara semakin mendunia. 

Rambu Solo', Antara Kehidupan dan Kematian

mantarima tamu

Barisan anggota keluarga dengan baju duka memasuki ‘altar’. Mengantarkan si empu ‘pesta kematian’ menuju tempat peristirahatan terakhir.

Megah. Begitulah yang aku rasakan setiap kali menghadiri Rambu Solo’. Sebuah upacara adat pemakaman masyarakat Toraja yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih dijalankan hingga saat ini. Biasayanya Rambu Solo’ dilaksanakan pada siang hari saat matahari mulai condong ke barat

Bagaimana tidak terpikat dengan Toraja, jika di hari pertama Toraja Highland Festival kami sudah disuguhi dengan hangatnya suasana Rambu Solo’ Ibu Damiris Pasa’ (almh). Sejak pertama kali ke Toraja hingga sekarang, masih terbingkai manis diingatan bahwa masyarakat Toraja sangat ramah terhadap tamu mereka yang datang. 

Begitu pun saat kami datang. Ada Bapak Daud Arung Pangarungan yang bersedia membagi kisah hidup Ibu Damiris Pasa’ kepada kami. Bapak Daud sendiri adalah salah seorang kerabat Ibu Damiris Pasa’.

“Ibu Damis Pasa’ meninggal pada usia 87 tahun. Beliau mempunyai 8 orang anak, 3 laki-laki dan 5 perempuan. Setelah musyawarah adat, beliau diberikan nama baru yang akan dikenang oleh keluarganya di mana nama baru beliau mempunyai arti merangkup beberapa daerah di mana keturunan beliau lahir dan perempuan yang mempunyai tiga kampung lalu hidup di kampung Tondok Kobanga,” tutur Pak Daud. 

Percakapan dengan Pak Daud berlangsung hampir 20 menit. Di mana selain menceritakan tentang sosok Ibu Damiris Pasa’ yang dikenal selama masa hidupnya sebagai sosok yang ramah, baik, bijak, dan selalu memegang teguh prinsip tongkonan, beliau juga menjelaskan perihal makna Rambu Solo’.

Menurut beliau, Rambu Solo’ bukanlah sebuah bentuk upacara. Melainkan salah satu proses dalam kehidupan dan kematian. Jadi untuk pelaksanaan Rambu Solo’ sendiri diperlukan musyawarah keluarga dan adat untuk melihat apa yang pernah dilakukan almarhumah semasa hidup dan apa yang akan dilakukan oleh semua keluarga pada saat Rambu Solo’. Proses musyawarah ini tak berlangsung hanya dalam satu atau dua hari saja. Tapi bisa satu minggu dan bahkan satu bulan.

“Hari ini beliau meninggal, tapi pada hari ini juga ada generasi selanjutnya yang akan datang dan tetap hidup,” tutur Pak Daud. 

Sebuah filosofi yang menurutku sangat dalam. Di mana dalam hidup, ada roda kehidupan yang melingkar dan berputar.

Masyarakat Toraja adalah masyarakat yang suka bercerita. Begitulah yang pernah aku dengar. Dan hal ini pun juga tertuang dalam pelaksanaan Rambu Solo’. Pada rangkain acaranya terdapat lampak nasara manga rimba atau pembacaan syair tentang riwayat orang yang meninggal.

Rangkaian Acara Rambu Solo’

Jika berbicara tentang Rambu Solo’, tentu tak lengkap jika tak menceritakan rangkaian acara Rambu Solo’ yang biasanya berlangsung selama tujuh hari atau lebih. Oh iya sebelum membahas tentang rangkaian acara, perlu diketahui bahwa Toraja mempunyai 32 wilayah adat. Di mana wilayah adat yang satu dengan yang lain dapat mempunyai rangkaian acara yang mungkin berbeda.

Pak Daud menyampaikan rangkaian acara Rambu Solo’ yang dilaksanakan, ada enam : 

  1. Ma’paling
    Bagian kepala jenazah yang awalanya di timur, lalu dibalik ke barat. Di mana pada proses ini artinya sudah meninggal seutuhnya dan ditandai dengan pemotongan kerbau.
  2. Menaikkan jenazah ke alang (lumbung padi)
  3. Ma’pasonglo.
    Prosesi pemindahan jenazah dari Tongkonan (rumah adat Toraja) menuju ke tengah lapangan tempat berlangsungnya Rambu Solo’. Proses pemindahan jenazah dilakukan dengan acara arak-arakan.
  4. Mantarima tamu atau katongkonan.
    Proses penerimaan tamu. 
  5. Ma’tinggoro tedong
    Penyembelihan kerbau.
  6. Membagi daging
  7. Pemakaman atau Meaa 

“Dari mati untuk hidup dan dari hidup untuk mati. Sebuah kehidupan untuk kematian. Pada kematian juga hidup sebuah kehidupan. Masyarakat Toraja juga percaya bahwa saat kita mengantarkan keluagra kita yang meninggal dengan sebaik mungkin dan ritus agamanya selesai, maka ia akan menjadi dewa yang akan memberkati anak cucunya,” pungkas Pak Daud. 

Reuni dan Keluarga Baru

Sejujurnya aku masih tidak percaya bisa ‘pulang’ ke Toraja Utara. Apalagi kali ini lebih ramai dari biasanya. Biasanya aku seperti orang hilang yang tidak ada arah mau ke mana selama di Toraja Utara. Hehehe. 

Setelah menikmati proses Rambu Solo’ Ibu Damiris Pasa’ (almh), aku dan dan rombongan pergi ke Lapangan Bakti Kota Rantepao untuk menyaksikan Pekan Raya Toraja yang diadakan sampai dengan tanggal 10 Oktober. Penerapan protokol kesehatan pun dilaksanakan dengan baik. 

Pada area pintu masuk ada petugas yang berjaga untuk menghimbau agar pengunjung selalu menggunakan masker, menyemprotkan hand sanitizer pada setiap pengunjung yang datang, dan pengukuran suhu badan. Sayang sekali belum ada barcode untuk scan PeduliLindungi. Semoga event selanjutnya sudah ada ya. 

isi ulang air
Tempat isi ulang air

Dari keseluruhan pelaksanaan acara Toraja Highland Festival di Lapangan Bakti Rantepao, aku paling suka dengan disediakannya tempat isi ulang air di beberapa titik. Hal yang sederhana memang. Tapi hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa Pemerintah Toraja Utara sudah melaksanakan pariwisata berwawasan lingkungan, dengan mengurangi penggunaan botol sekali pakai. 

Pada kesempatan ini, tak lupa aku dan teman-teman blogger mampir ke stand UMKM. Ada banyak sekali produk lokal yang dapat kalian beli di sini. Seperti produk makanan, tenun, baju kaos Toraja, dan juga kopi Toraja. 

Stand Pegadaian Toraja Highland Festival
Stand Pegadaian Toraja Highland Festival

“Jadi produk yang ada di stand Pegadaian ini merupakan produk UMKM hasil binaan Pegadaian Toraja Utara. Kain tenun yang ada di sini adalah produk UMKM yang kami bawa dari tempat binaan kami di Ke’te Kesu,” tutur penjaga stand Pegadaian Toraja Utara. 

Tak lupa semua kegiatan yang aku lakukan selama seharian ini aku unggah di Instagram Story. Rasanya senang sekali bisa ikut berkontribusi mempromosikan bangkitnya pariwisata di Toraja Utara. 

Saat aku sedang istirahat, tiba-tiba ada panggilan masuk. Ryan Toraja Utara. Ternyata dia langsung menelepon begitu melihat Instagram Story ku yang sedang berada di Lapangan Bakti. Tak ayal seketika Lapangan Bakti menjadi tempat reuni. Ternyata Ryan membuka stand kopi di Lapangan Bakti, Rumah Kopi Toraja. Sebagai orang Toraja asli, tentu kecintaan Ryan terhadap kopi Toraja tak perlu diragukan. 

Aku dan Ryan pertama kali bertemu saat mengikuti kelas bisnis kopi di Banjarmasin. Iya, Ryan pernah tinggal di Kalimantan Selatan beberapa tahun lalu. Aku pun pernah bertemu dia saat berkunjung ke Toraja. Sebagai seorang penikmat kopi, aku akui idealis Ryan terhadap kopi Toraja patut diacungi jempol.

Tak hanya piawai dalam menyeduh dan memproses kopi paska panen, ia pun juga turun langsung ke kebun kopi. Jadi tak heran jika ia mengusung tagline : Bangga Minum Kopi Toraja.

Semoga dengan adanya Toraja Highland Festival ini, semakin mengangkat nama kopi Toraja selain Sapan. Ada Pulu-pulu yang punya rasa tak kalah eksotis dengan kopi Sapan. 

Rumah Kopi Toraja

Keluarga Baru

Pukul 4 sore, semua peserta lomba kembali ke Pia’s Poppies. Agenda sore ini adalah technical meeting. Setelah technical meeting selesai, dilanjutkan dengan perkenalan panitia dan peserta lomba. Tentu ini menjadi acara yang menarik. Seperti saat ada salah seorang peserta yang memperkenalkan diri sembari berkata : masih jomblo. Hahaha. 

Setelah technical meeting dan acara perkenalan selesai, semua peserta pun bisa kembali ke kamar dan beristirahat.

Aku pun bergegas ke kamar. Rasanya aku sudah tak sabar untuk mandi. Namun baru saja aku mengambil handuk dan menyiapkan baju untuk jalan-jalan—rencananya malam ini aku mau reuni lagi sama teman-teman di Toraja Utara—tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. 

Kak Abun Pasanggang berdiri di depan kamar dan berkata :

“Putri ikut ke Misiliana Hotel sekarang ya untuk seremonial pelepasan peserta lomba blog dan fotografi,” tutur Kak Abun yang sejurus kemudian sudah pergi. 

Aku pun masih terbengong di depan pintu. Pesan Kak Abun tadi : cepat. Awalnya aku ingin memakai sendal gunung. Tapi teringat perkataan Kak Abun kalau pelepasannya dilaksanakan oleh Dirut Bank Sulselbar. Jadi langsungku urungkan niatku menggunakan sendal gunung. Setelah memasang sepatu, aku pun bergegas menyusul Kak Abun ke lobby hotel. 

Sesampainya di Misiliana Hotel, ternyata acara yang kata Kak Abun ‘santai’ adalah “dinner” yang tidak santai. Ada banyak sekali pejabat yang duduk dengan santai tapi menggunakan baju formal. Seharusnya aku ganti baju pakai kemeja, bukannya kaos punk bertulis “Raja Singa Bikin Onar”. Hahaha.

Seperti yang aku sampaikan di atas, bahwa kegiatan Toraja Highland Festival ini dilaksanakan bersamaan dengan Bulan Inklusi Keuangan. Pada pembukaan Toraja Highland Festival ini juga ada penyerahan dua penghargaan untuk Pemerintah Toraja Utara. 

Dua penghargaan tersebut adalah Pengharagaan Kategori Pemerintah Daerah dengan Porsi Pendapatan QR Code Standard Indonesia (QRIS) terbanyak dan Penghargaan TPAKD sebagai TPKAD Pertama Pelaksanaan Bulan Inklusi Keuangan Tahun 2021. Kedua pengharaan tersebut diserahkan langsung oleh Direktur Departemen Statistik Bank Indonesia dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional VI Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua).

Waaah selamat atas pencapaian yang diraih Pemerintah Toraja Utara. Sebagai seorang traveler yang tidak suka membawa uang cash, aku senang sekali saat berwisata di Toraja Utara. Di mana di sini sudah banyak tempat usaha, dari cafe hingga penjual oleh-oleh, yang menerima pembayaran menggunakan QRIS. Benar-benar menunjukkan kesiapan Pemerintah Toraja Utara dalam menghadapi dunia digital.

“Kami harap dengan pelaksanaan Toraja Highland Festival ini dapat menyebarkan kabar baik tentang pariwisata, khususnya di Toraja Utara. Sekaligus dapat mengenalkan pariwisata Toraja Utara ke masyarakat luas sehingga dapat membantu memulihkan ekonomi daerah,” jelas Pak Amri Mauraga, Direktur Utama Bank Sulselbar saat pelepasan peserta lomba blog dan fotografi tingkat nasional.

5 Oktober 2021, Menapaki Sejarah Panjang Toraja

Pada abad ke-17, Toraja telah menjadi bagian dari sistem perdagangan global. Kemudian pada pertengahan abad ke-19 perdagangan kopi di Toraja meningkat dengan cepat hingga pernah terjadi ‘perang kopi’. Emas hitam Toraja ini memang sudah diakui dunia sebagai salah satu kopi dengan cita rasa yang eksotis dan nikmat. 

Padahal jika kita memutar ulang waktu ke abad 19, dengan lanskap Toraja yang pegunungan tentu saat itu akses ke Toraja masih sangat susah. Tapi ternyata hal tersebut bukanlah halangan terhadap Toraja dalam perdagangan global.

Rangkaian Kegiatan 5 Oktober 2021

Pasar Tradisional Bolu

Ke'te' Kesu

Pengarajin Parang, Pong Arnold

Desa Pallawa

Berburu Sejarah di Pasar Bolu

Jika kalian mencari tempat wisata di Toraja Utara, tentu kalian akan menemukan Pasar Bolu menjadi salah satu rekomendasi tempat wisata. Dulu pasar Bolu hanya buka satu kali dalam sepekan, yaitu pada hari Sabtu sejak pukul 6 pagi. Jadi beberapa kali aku ke Toraja Utara belum ada kesempatan untuk mampir ke pasar tradisional ini. Namun saat ini Pasar Bolu buka dua kali dalam sepekan, Selasa dan Sabtu.

Pasar Bolu bukanlah pasar biasa. Ada jejak sejarah dan budaya yang melekat pada pasar ini. Pasar Bolu atau dahulu disebut Pasar Kalambe adalah tempat penjualan utama kebau dan babi. Selain itu, di area depan pasar kalian juga bisa menjumpai pedagang sayur, buah, kopi, dan produk lokal lainnya yang bisa dijadikan oleh-oleh.

Sayangnya pada hari Selasa, Pasar Bolu tak seramai hari Sabtu. Dari pedagang kebaru yang aku jumpai, beliau menuturkan jika pada hari Sabtu Pasar Bolu ramai pengunjung yang akan bertransaksi dan juga jenis kerbau yang jual lebih beragam.

“Harga tedong (kerbau) bervariasi. Tergantung jenis, warna, corak, dan ukurannya. Di Toraja sendiri ada banyak jenis tedong, seperti saleko yang punya harga hingga ratusan juta, bonga, tekken langi’ yang tanduknya tidak simetri, dan masih banyak lagi. Semuanya punya ciri-cirinya sendiri. Biasanya hari Sabtu bisa lihat berbagai macam kerbau,” tutur penjual tedong yang aku jumpai. Mohon maaf ya pak, rekaman saya hilang jadi saya lupa nama bapak. 

Eksistensi Pasar Bolu

Keberadaan Pasar Bolu tentu tak bisa lepas dari budaya dan masyarakat Toraja. Di mana hewan mempunyai peran penting dalam budaya Toraja. Seperti saat hendak melaksanakan Rambu Solo’, orang mencari kerbau ke Pasar Bolu.

Kerbau merupakan simbol kekayaan dan penghormatan. Pada saat Rambu Solo’, kerbau memegang peran penting dalam rangkaian acara adat. Terlebih jika yang meninggal adalah seorang bangsawan Toraja, bisa menyembelih 24 jenis kerbau. Hal ini tentu ada kaitannya dengan kepercayaan masyarakat Toraja bawah kerbau-kerbau yang disembelih akan mengantarkan keluarga yang meninggal ke puya (surga).

“Kalau bangsawan Toraja yang meninggal, proses Rambu Solo’ nya pun berbeda. Bahkan dari tempat upacaranya saja sudah bisa dilihat, lebih besar dan megah. Selain itu juga ada syarat tedong yang disembelih ada 24 jenis. Jika kurang satu ekor saja, maka ritusnya dianggap tidak sempurna. Walaupun ada kerbau hitam 20 ekor,” tutur seorang teman di Toraja.

Aku senang sekali, pada kesempatan ini bisa berkunjung ke Pasar Bolu dan mengenal budaya serta sejarah Toraja secara lebih dekat. Walaupun zaman telah banyak berubah, namun budaya di Toraja seakan tak terpengaruh oleh semua modernisasi yang terjadi. Seperti Pasar Bolu yang tetap ada mempertahankan eksistensinya, terintegrasi dengan budaya dan adat masyarakat Toraja.

Sungguh budaya yang sangat besar dan kaya bukan? Aku berani menjamin, jika kalian penikmat budaya tentu akan sangat betah dan ingin berlama-lama di Toraja.

Disambut Manganda' di Ke'te Kesu

tarian manganda' toraja

Aihihihihi

Setelah menelusuri jejak sejarah di Pasar Bolu, kami menuju lokasi selanjutnya. Ke’te’ Kesu. Ke’te’ Kesu adalah desa adat yang dibangun pertama kali pada abad ke-17. Di Ke’te’ Kesu kalian dapat menjumpai Tongkonan, alang, areal pemakaman, lapangan upacara, sawah dan areal penggembalaan, serta hutan bambu.

Sesaat setelah kami tiba di Ke’te’ Kesu, ada tiga orang laki-laki yang mengenakan baju adat Toraja, lengkap dengan sepu’ (tas khas Toraja) dan hiasan kepala tanduk kerbau di tengah area Tongkonan. Ketiga orang tersebut adalah penari yang akan menampilkan tarian Manganda’ atau Mangondoan Tanduk.  Tarian Manganda’ adalah tarian yang dipertunjukkan pada acara Rambu Tuka’ atau acara bahagia. Kata Manganda’ berasal dari kata nondo-nondo atau loncat-loncat yang disertai rasa gembira.

Tanduk kerbau yang dijadikan hiasan kepala, bukanlah sekadar hiasan biasa. Tapi merupakan simbol kebesaran, keperkasaan, keberanian, kekayaan, dan kebanggaan. Sedangkan koin yang dirangkai bak mahkota di antara tanduk kerbau juga mempunyai arti sebagai simbol kekayaan. Kain yang digantung pada bagian belakang tanduk kerbau adalah lambang kebesaran, kekayaan, dan kemakmuran. Dahulu tari Manganda’ hanya ditampilan pada acara Rambu Tuka’ para bangsawan.

Pada saat menari, mereka akan membunyikan lonceng. Lonceng yang dibunyikan merupakan lambang syukur kepada Tuhan dan simbol kegembiraan. Jumlah penari tari Manganda’ tidak dibatasi, tapi harus ganjil. Gerakannya pun tidak memiliki hitungan baku, yang baku hanyalah urutan geraknya saja.

Berbincang dengan Pak Baso’ Rantekesu’, Penjaga Museum Ke’te’ Kesu

Sesaat aku pun larut dalam pertunjukkan tari Manganda’ ini. Sungguh Toraja adalah surga di dunia yang mempunyai banyak daya tarik dengan budaya yang begitu kaya. Aku tak pernah berhenti bersyukur telah jatuh cinta dengan kota ini.

Pada kesempatan ke Ke’te Kesu kali ini, aku tidak ingin melewatkan kunjungan ke Museum Ke’te’ Kesu. Alhamdulillah, saat itu aku bertemu dengan Pak Baso. Penjaga Museum Ke’te Kesu. Untuk masuk ke museum ini, tidak ada biaya khusus. Hanya biaya sukarela untuk perawatan museum. 

Setelah pintu museum di buka, aku disambut oleh patung kayu laki-laki yang mengenakan pakaian adat Toraja. Patung tersebut seakan-akan menjadi penopang rumah. Mungkin filosofi dari patung itu adalah peran laki-laki sebagai kepala keluarga dan menjadi penopang untuk mencari nafkah.

Di museum ini ada banyak sekali peninggalan nenek moyang masyarakat Toraja seperti sarita (kain khas Toraja), keramik, tempat penyimpanan baju, keris, uang logam zaman dulu, baju perang, serta peralatan masak dan makan. Pak Baso pun tak segan untuk menjelaskan peran, fungsi, dan sejarah masing-masing benda di dalam museum. 

Bapak Baso Penjaga Museum Kete Kesu
Bapak Baso Penjaga Museum Kete Kesu

Perbincangan dengan Pak Baso di dalam museum pun berlangsung seru. Lewat cerita beliau, aku pun semakin paham bahwa Tongkonan bukan hanya sekadar rumah adat. Bagi masyarakat Toraja, Tongkonan adalah tempat tinggal di mana generasi baru lahir, tempat kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya.

“Tanah adat di Toraja itu tidak diperjual belikan. Karena di Toraja kuat sekali silsilahnya. Ketika ada upacara adat yang besar, semua keluarga akan datang dan pada saat upacara adat berlangsung, silsilah anggota keluarga akan dibacakan. Jadi bagi mereka yang tinggal jauh (merantau), mereka akan menceritakan ke anak cucunya, bahwa kalian punya Tongkonan di sana. Dan ketika si anak/cucu pulang ke Toraja, tinggal cari Tongkonannya di mana, bilang anaknya siapa, dari keluarga siapa. Akan ketemu silsilahnya,” jelas beliau.

Setelah mendengar penjelasan beliau tentang Tongkonan, aku pun semakin tertarik untuk mencari tau tentang rumah adat Toraja ini. Ternyata arsitektur Tongkonan juga mengalami perubahan. Setidaknya ada ada empat tahap perkembangan rumah adat Toraja sebelum akhirnya berbentuk seperti yang sekarang kita lihat : 

1. Banua Pandoko Dena

Merupakan rumah yang terdapat di atas pohon, terbuat dari ranting kayu yang diletakkan di atas dahan dengan dinding dan atap yang terbuat dari rumput berbentuk bundar seperti sarang burung pipit. 

2. Banua Lentong A’pa

Menggunakan empat tiang dengan atap dan dinding yang masih menggunakan dedaunan. 

3. Banua Tamben

Banua Tamben adalah rumah yang terbuat dari kayu dengan bentuk atap yang menyerupai perahu pada kedua ujungnya dan menjulang ke atas.

4. Banua Toto atau Banua Sanda ‘Ariri

Banua Toto adalah rumah berbentuk persegi panjang dengan tiang yang jumlahnya lebih banyak dan teratur, bertingkat dua, dan dihiasi dengan ukiran.

Berkunjung ke Ke’te’ Kesu membuat aku semakin sadar bahwa semua bentuk perkembangan zaman tak merusak keharmonisan alam dan budaya Toraja. Semua masih hidup dengan selaras.

6 Oktober 2021, Bersukacita di Tarian Pa'gellu

Bunyi gendang membelah kedamaian di Lempo.Empat orang gadis Toraja berpakaian kuning sedang menari di atas bebatuan di tengah sawah. Sedang tiga orang pemudah asyik menabuh gendang.

20 buah kamera sudah siaga, menangkan setiap gerak gerik para penari dan penabuh gendang. Siang itu, kami disuguhi tarian Pa’gellu. Tarian sukacita masyarakat Toraja.

Rangkaian Kegiatan 6 Oktober 2021

Sunrise Lo'lai

Landscape Tondok Litak

Tarian Pa'gellu di Lempo

Karts Buntu Lobo'

Perburuan Sunrise di Lo'lai

sunrise lo'lai

Apa yang biasanya aku lakukan saat pagi hari di Toraja? Apakah berburu sunrise? Oh tentu saja tidak! Sekali pun aku pernah menginap di Lo’lai, tapi bukan berarti aku akan memburu sunrise. Hehehe. 

Alih-alih berburu sunrise, aku lebih tertarik untuk menarik selimutku setelah subuh. Sungguh hawa dingin di Toraja sangat memanjakan rasa kantukku. Tapi kali ini berbeda. Selamat! Kalian sudah berhasil membuat aku membuang selimutku pukul 4 pagi untuk berburu sunrise di Lo’lai. 

Aku masih ingat seruan Kak Raiyani di malam hari sebelum istirahat : besok berangkat jam 4 pagi ya, on time. Sebelum tidur, aku pun mengatur alarm di HP agar berbunyi pukul 03.30. Aku tidak ingin telat bangun dan ditinggal berburu sunrise di Lo’lai.

Alhamdulillah aku bisa bangun dan siap-siap tepat waktu. Hari ini ada dua lokasi perburuan sunrise yang kami datangi, To’tombi dan Lempe. 

Sesampainya di dua lokasi tersebut, semua fotografer berpencar mencari singgahsana masing-masing. Sedang aku memilih duduk di salah satu bangku, sambil menikmati matahari terbit. Dari tempat aku duduk, aku dapat melihat landscape Toraja yang begitu luas. 

Awan pagi itu seperti sedang berkonspirasi untuk membentuk gumpalan tebal. Sedang matahari tanpa malu menunjukkan warna kuningnya, mencari celah dari gumpalan awan. Perlahan bumi membuka tirainya. Dari atas sini, aku dapat melihat indahnya negeri di atas awan ini. Aku pun merasa cemburu untuk semua orang yang bisa melihat pemandangan indah ini sewaktu-waktu. 

“Bagaimana Tuhan bisa menciptakan komposisi yang indah ini? Matahari, awan, sawah, dan tongkonan. Berpadu membuat landscape yang indah,” pikirku dalam hati.

Di Sambut Pa'gellu di Lempo

Setelah kemarin dimanja dengan suguhan tari Manganda’, hari ini kami disuguhi tari Pa’gellu. Sebuah tarian yang biasanya dipertunjukkan untuk acara sukacita. Empat orang gadis remaja berpakaian serba kuning menyambut kedatang kami dengan iringan gendang yang tabuh oleh tiga orang remaja laki-laki.

Mereka menyuguhkan tarian ini di atas batu besar di tengah sawah di Lempo! Sungguh, lagi-lagi aku terhipnotis oleh budaya Toraja. 

Selama tiga hari berada di Toraja, aku semakin sadar bahwa Toraja mempunyai peradaban yang mengagumkan dan semua budayanya tetap hidup hingga saat ini. Tarian Pa’gellu ini salah satunya. Pada zaman dahulu, tarian ini digunakan untuk menyambut to’ barani atau pahlawan yang menang perang sebagai tanda syukur. Setelah zaman perang, tarian ini tetap digunakan oleh masyarakat Toraja yaitu pada acara sukacita.

Di antara para penonton, aku bertemu Ibu Theresiana B. Ratulangi’ pengajar sanggar tari Tuo Mana’. Para penari yang saat ini tampil ialah anak didik beliau. 

“Dalam sejarahnya, tari Pa’gellu ini berasal dari daerah Pangala’. Pa’gellu ini mempunyai dua belas jenis gerakan yaitu Pa’ Dena-dena’, Ma’ tabe’, Pa’ Gellu’ Tua, Pa’ Kaa-kaa bale, Pa’ Langkan-langkan, Pa’ Tulekken, Pa’ unnorong, Massiri, Penggirik tang tarru’, Pang ra’pak pentallun, Pang rampanan, dan Pa’ Passakke,” jelas Ibu Theresiana.

Dua belas jenis gerakan tersebut mempunyai filosofinya masing-masing . Seperti gerakan Pa’ Dena-dena’ yang mempunyai filosofi ajakan untuk hidup dalam kebersamaan dan kegotong-royongan. Rasanya tak mungkin aku sebutkan satu-satu makna dari setiap gerakan. Hehehe. Tapi jika boleh merangkum dari hasil percakapan dengan Ibu Theresiana, keseluruhan makna dari gerakan Pa’gellu ini melambangkan bagaimana masyarakat Toraja bersyukur atas semua pemberian Tuhan dan menghindari pamali yang dapat merugikan.

Perbincangan dengan Bu Theresiana berlangsung singkat. Namun dari percakapan bersama beliau, aku sangat salut dengan semangat beliau yang ingin melestarikan budaya Toraja, sehingga anak-anak di Toraja tetap mencintai budaya yang telah diwariskan oleh leluhur mereka. 

7 Oktober 2021, Mendaki Stone Forest 'Benteng' di Tikala

Kemarin kami berburu foto landscape Toraja yang memadukan sawah dan gunung karts. Hari ini kami berpetualang mendaki gunung karts yang kemarin kami foto!

Sungguh penutup petualangan Toraja Highland Festival yang luar biasa.

Rangkaian Kegiatan 6 Oktober 2021

Danau Limbong

Tarian Pa'gellu di Tikala

Stone Forest Marimbunna

Berakhir Tapi Bukan Terakhir

Tidak terasa sudah dipenghujung acara Toraja Highland Festival. Tadi malam sebelum tidur, aku, Mba Malica, dan Mba Arai cerita tentang banyak hal. Di penghujung cerita, kami mencium aroma perpisahan yang kian dekat.

Hampir satu minggu bersama dan membuat cerita. Tentu saat kegiatan ini selesai dan harus ‘pulang’, akan ada rasa kehilangan. Kehilangan bagaimana ramainya kami curhat sebelum tidur, drama sebelum mandi, dan semua obrolan penting-tidak-penting. Seperti :

“Jadi sebenarnya dia masih sayang atau enggak sih?,” tutur salah satu dari kami yang kemudian saling berpelukan. 

Danau Limbong

Setelah selesai sarapan nasi kuning dan ayam bacem, kami pun menuju ke Danau Limbong. Sebuah danau alam yang airnya berwana hijau dan dikelilingi oleh bebatuan.

Selain sebagai objek wisata, ternyata di sini juga menjadi tempat tinggal. Ada sebuah Tongkonan yang masih ditinggali dan pada bagian belakang, kalian juga bisa menjumpai rumah warga.

“Jadi di dalam danau ini ada goanya. Kedalamannya mungkin sekitar 2 km. Ada juga cerita dari orang dulu kalau ada orang ke sini dengan niat yang tidak baik, maka air di danau ini bisa tiba-tiba kering. Ada pula larangan kalau orang pulang dari Rambu Solo’ tidak boleh mandi di sini,” tutur salah seorang warga setempat.

Aku senang sekali setiap kali ngobrol dengan masyarakat Toraja. Semuanya ramah dan suka bercerita. Seperti bapak yang aku temui ini. Sayangnya aku lupa mencatat nama beliau. Sambil menceritakan Danau Limbong, beliau menemani aku ke area belakang danau. Di mana dari sana aku dapat melihat sisi lain Danau Limbong yang ternyata ada dua bagian.

“Iya ini pohon enau, yang biasanya untuk ballo (minuman tradisional Toraja). Ballo hanya tahan sehari. Jadi misal kita ambil pagi, bisa diminum sampai malam. Kalau diminum besok, rasanya sudah berubah seperti basi,” jelas beliau. 

danau limbong
Sumber : https://jeancekerrynyulanda30.wordpress.com/2020/05/04/danau-limbong/

Dari Lambe' Susu Hingga Menelusuri Benteng 'Stone Forest'

Hari ini aku seakan diberi hadiah yang bertubi-tubi. Setelah menikmati cerita Danau Limbong, aku dan semua rombongan di ajak ke Tikala. Tepatnya ke objek wisata Marimbunna.

Baru saja kami sampai, ibu-ibu di sini sudah menyuguhi kami kopi dan piong bo’bo’. Makanan khas Toraja yang dimasak dalam bambu. Ternyata dalam pembuatan piong untuk Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’ ada perbedaannya. Kalau piong yang berasal dari Rambu Solo’ biasanya masih ada kulit bambu yang berwarna hijau dan sisa jelaga. Sedangkan pada Rambu Tuka’, bambunya dikupas hingga menyisakan lapisan bambu yang berwana cokelat.

Setelah menikmati sajian makanan khas Toraja, ada 6 orang penari Pa’gellu yang sudah siap pada posisi. Tak lupa tiga orang penabuh gendang juga sudah siap di tengah-tengah Tongkonan Marimbunna.

“Marimbunna dan Landorundun itu satu ibu, tapi berbeda ayah. Nama ibunya Lambe’ Susu,” tutur seorang warga setempat.

Aku pun langsung tersentak. Ingatanku langsung terjun bebas ke Tongkonan Kale Landorundun. Tempat aku biasanya bersembunyi, lari dari rotasi bumi. 

“Oh Tuhan, apakah ini penuntun aku untuk petualangan ke Toraja Utara selanjutnya?” pikirku dalam hati.

Aku sangat penasaran dengan cerita Marimbunna. Bagaimana gambaran sosoknya? Bagaiman cerita hidupnya?

Sedang cerita Putri Landorundun, sang Rapunzel Toraja, sudah pernah aku dengar dari Ibu Sarjani. Putri Landorundun diceritakan sebagai sosok putri bangsawan dengan paras rupawan yang mempunyai rambut panjang indah. Singkat cerita kecantikan Putri Landorundun, pada akhirnya memikat Raja Bone dan mereka pun menikah.

Sepertinya aku memang harus kembali! Aku ingin sekali menulis satu atau dua artikel tentang Marimbunna dan Landorundun secara lebih lengkap. Benar bukan, Toraja Never Ending Story!

Mendaki Stone Forest Tangrante

Setelah menyantap makan siang di alang, rombongan peserta lomba fotografi dan blog diajak menjelajahi Stone Forest Tangrante. Kami diantar ramai-ramai oleh masyarakat setempat. Bahkan para penari Pa’gellu juga ikut naik ke Stone Forest. 

Aku tidak bisa membayangkan jadi mereka. Menggunakan rok dan sendal jepit, mendaki ke Stone Forest!

Seorang warga pun berkata kepadaku :

“Jangan khawatir mba. Kami sudah biasa ke sini mba. Ibu-ibu yang di depan itu sudah biasa naik ke atas. Karena setelah objek wisata ini dibuka, kami warga setempat dua kali dalam seminggu naik ke atas. Tangga yang kita lalui tadi juga masih baru bukan? Itu kami warga desa di sini yang membuat,” tutur beliau.

Ah benar saja. Fisik kami berbeda. Aku terbiasa naik motor kemana-mana dan jarang jalan kaki. Sedang masyarakat di sini tentu sudah terbiasa menjelajah hutan di sini.

Setapak demi setapak jalan dari medan tanah, menyeberang menggunakan jembatan kayu, dan medan berbatu kami lalui. Perjalanan dari pintu masuk objek wisata Marimbunna hingga puncak Stone Forest Tangrante memakan waktu kurang lebih 40 menit. Sebaiknya jika kalian ingin berkunjung ke sini harus didampingi oleh warga setempat. Selain jalannya yang baru dibuka, juga belum ada papan informasi.

Sesampainya di puncak, lagi-lagi ada masyarakat yang memberiku cerita menarik :

“Jadi stone forest ini dulunya digunakan sebagai benteng untuk melawan penjajah. Nah itu mba, di sana batu yang ada lubangnya. Di situlah dulu orang Toraja yang melawan penjajah sembunyi,” jelas beliau.

8 Oktober 2021, Menang-Kalah-Bertemu-Berpisah

Seperti filosofi Rambu Solo’ Pak Daud : dalam kehidupan ada kematian. Dan dalam pertemuan pasti ada perpisahan.

Terimakasih untuk 5 dari 365 hari yang berubah menjadi luar biasa dan bermakna. Selamat untuk para pemenang lomba fotografi! Bagi yang belum menang, kalian tetap luar biasa. Semoga nikmat sukses dan sehat selalu menyertai kita.

Bagian terberat dari menulis artikel ini adalah bagaimana menjadikan tulisan ini bernyawa. Membuat setiap pembacanya merasakan petualangan yang aku lakukan di Toraja Utara. 

Terimakasih untuk semua panitia Toraja Highland Festival yang sudah menyelenggarakan event ini. Terimakasih sudah memberikan kesempatan untuk aku ‘pulang’ ke Tanah Para Raja ini.  

Hampir semua harapan dan keinginanku pada tulisan “Terjebak Rindu Pada Magisnya Toraja” terjuwud. Namun bukan berarti perjalanan aku di Toraja Utara telah usai. Cerita untuk mengenal kota ini masih jauh dari finish.

Berpetualangan ke Toraja Utara itu seperti menimba sumur yang airnya tak pernah kering. Saat akan pulang, aku dikoyak rasa penasaran tentang cerita Marimbunna dan aku masih penasaran dengan Rambu Solo’ Toraja. Aku ingin menyaksikan Rambu Solo’ dari awal hingga akhir! 

Namun jika kelak aku tak bisa kembali, maka biarkan aku “Memelihara Rindu Abadi di Tanah Para Raja” ini lewat bait-bait tulisan yang aku tulis. Seperti masyarakat Toraja yang memelihara rindu abadi mereka pada leluhur.

Untuk teman-teman semuanya, mohon maaf jika selama kita berteman ada salah kata atau perbuatan yang kurang berkenan.

Harapan terakhirku, semoga pariwisata di Toraja Utara segera pulih dan ekonomi daerah semakin berkembang. 

Kurre’ sumanga

“Cerita kita pada akhirnya tak pernah menemui titik. Mungkin seperti itu pula cermin Toraja untukku. Selalu terasa singkat tapi menyisakan rindu yang menggebu”

PS
Peluk dari jauh

landorundun toraja utara

45 Replies to “Memelihara Rindu Abadi di Tanah Para Raja, Toraja Never Ending Story”

  1. Cantik banget dan unik banget sepertinya toraja ini. Aku jadi pengin ke sana. Dulu penasaran sama tengkorak-tengkorak yang di semayamkan di dinding.

    Pasti bahagia sekali yang bisa mengunjungi Toraja ini ya. Amazing banget, bikin jatuh cinta.

  2. ya Allah mba Put aku bacainya jad kangen banget sama Toraja, pengen balik lagi, dulu ke sana 2013 pasti sudah banyak yang berubah ya

  3. Long story yang membuat aku yg belum ke sana pun jadi ikut terbawa suasana haru biru membahagiakan ttg Toraja nih. Thanks ulasan perjalanannya kak

  4. Perjalanan yang menyenangkan, tidak hanya menikmati keindahan alamnya tapi juga keindahan budayanya

  5. Sepertinya Mbak Putri sudah jatuh hati pada Toraja, ya. Mungkin bila disuruh memilih tinggal di daerah mana, maka jawabannya Tator hehehe.

    Toraja bukan hanya adat isitiadatnya yang kuat, tapi juga pemandangan alam yang menakjubkan. Itulah yang menjadikan kekuatan magis untuk orang terus berkunjung ke sana.

  6. Sungguh indah bagaimana cerita perjalanan ini dituturkan.
    Seakan bukan oleh pengunjung, tapi dari penduduk lokal yang tahu seluk-beluk budayanya.
    Hasil dari 8x singgah di Toraja ya, Kak.

  7. Yang membaca jadi ikut berpetualang ke Toraja Utara dengan cerita detail dan foto-foto yang sangat lengkap.
    Aku kapan bisa nih berkunjung ke Tanah para Raja ini ya?

  8. Tana Toraja sejak dulu sudah terkenal dengan adat dan budayanya. Gak heran ada festivalnya ya. Entah kapan aku bisa ikut traveling ke sana. Pasti banyak pengalaman yang didapat.

  9. cakeep ceritanya mbaa.. aku sendiri belum pernah ke toraja dan semakin tertarik buat ke sana. semoga bisa kesampaian suatu saat nanti aamiin

  10. Daku juga berpikir bahwa Toraja ya hanya Tana Toraja, ternyata ada Toraja Utara.

    Eh iya, sebelumnya congrats kak Putri memenangkan lomba bergengsi.

    Apalagi menurut daku Kak Putri ini memang udah terkenal branding-nya, yang kalau mau kenal lebih dalam dan dapat info tentang Toraja cek aja di blog nya Kak Putri, hehe

    1. Toraja? Aku bingung harus berkata apa? Aku belum pernah ke sana. Namun, setelah baca artikel ini, boleh aku juluki itu “Faris van Toraja”, mungkin keindahannya bisa mengalahkan negara Faris. Sehingga artikel ini mampu membuatku dilanda halu tingkat dewi, bukan tingkat dewi, ya. Tingkat dewa mah buat lelaki, ya. Ups, jangan-jangan di sini ada yang namanya Dewi, lagi.

  11. You did it Mbak!
    cerita tentang Tanah Toraja yang Mbak Putri tulis selalu sukses membuatku tercengang, mupeng ingin lihat langsung keindahannya disana.
    jadi ingat waktu kelas 3 SMA, ada pelajaran yang di dalamnya bahas tentang sejarah/adat, lupa yang jelas saat itu guru kami yang kebetulan juga orang Tator, sangat semangat menjelaskan prosesi Manene’, tentang Tanah Toraja, Tongkonan dan sekitarnya namun sayangnya sampai detik ini saya belum berkesempatan jejakkan kaki di Tanah Toraja juga seperti Mbak Putri yang sudah 7x kesana. Kereeeen.
    kalau ada cerita/lomba tentang Tanah Toraja, saya yakin jika Mbak Putri mengikutinya pasti akan menang 😉

  12. It’s a very beautiful story. Baca artikel kek baca novel, pilihan kata dan story tellingnya keren banget mbak. Sampai nggak terasa udah sampai ujung cerita.

    Toraja emang magis ya. Aku pernah ke sana satu kali, saat masih kelas 1 SMP dan kenangannya masih melekat erat. Semoga bisa punya kesempatan kedua dan seterusnya untuk berkunjung ke tanah magis itu, dan menikmati perayaan2 yang selama ini hanya kubaca di buku anak2ku.

    Btw, selamat ya mbak… kesampaian juga menginjakkan kaki lagi ke Toraja. Kusemakin percaya bahwa sesuatu yang ditulis dari hati, pasti akan mengetuk hati2 yang lain. Seperti itulah tulisan mbak Putri 🙂

    1. Tapi sejujurnya saya merasa minder sama cerita saya mba. Hehehe. Apa iya cerita ini bagus 🙂 Masih merasa kemampuan saya dalam story telling masih jauh dari baik hehehe

      Iya kan mba… Toraja itu memang seperti punya magis dan kalau yang suka budaya pasti merasa sekali ke Toraja itu nggak cukup.

      Terimakasih mba Marita sudah mampir ke blog saya dan semoga gk bosan ya pas baca cerita saya tentang Toraja Highland Festival

  13. Memang ya kalau sudah cinta itu nggak bakalan bosan buat datang lagi. Terima kasih buat sharingnya, put. Berkat tulisanmu aku lebih tahu banyak tentang tana Toraja dan budayanya

  14. Ini rangkaian acara selama jalan-jalan kemarin ya, padet banget acaranya. Pasti banyak sekali oleh-oleh tulisan dan foto-foto yang siap dipublikasikan. Salah satu perjalanan favoritku yang model begini ini, Mbak. Wisata sejarah dan budaya. Jadi mupeng banget lihat foto-fotonya. Anyway, selamat ya, maaf telat ngucapin karena baru tahu kalau perjaanan ke Toraja ini tuh dari lomba.

  15. Masyallah.. Ikut bahagia kak atas kemenangannya. Wajar kakak menang. Secinta itu kakak dengan tanah Toraja. Dan pasti tulisannya di tulis dengan sepenuh hati. Sekali lagi, selamat ya kak.. Proud!

  16. Membaca tulisanya saya serasa mengalami juga Mbak, indah banget ya Tanah Toraja apalagi budaya dan ada istiadatnya masih dilestarikan. Semoga kelak bisa menginjakkan kaki juga di Tanah Para Raja ini, aamiin

  17. Ya ampuuun
    Kalau udah bahas Toraja, sumpah ya aku selalu terbuai sama tulisan mbak Putri. Hampir semua tulisan terkait Toraja udah aku baca di blog ini deh. Selalu seru dan bikin aku mupeng berat pengen ke Toraja
    Bait-bait cerita, untain kata, pilihan diksinya semua menghanyutkan dan aku rasanya benar-benar ikut bertualang ke Toraja

    Aku tunggu cerita berikutnya yaaaa

  18. Selamat ya sebagai pemenang kompetisi
    Blog Toraja Utara

    suka banget tulisannya, serasa saya sedang jalan jalan bareng Mbak Putri ke tanah Toraja Utara

  19. Setelah membaca sampai akhir, otak saya langsung nambah ilmunya. Blog mbak ini memang keren, salut. Semoga bisa mengalir ilmunya pada saya

  20. Sebelumnya, selamat jadi salah satu pemenang

    Bicara Toraja, pertama tahu itu soal pemakamannya. Jadi ada semacam cerita mistis gitu dan waktu itu lihat di TV. Ternyata Toraja lebih menarik. Semoga bisa ke sana juga

  21. Jujur saya cicil bacanya.. Toraja bagian dari Sulsel. Tapi saya baru tahu ini. Kak putri thanks big ya..

  22. Perjalanan yang seru luar biasa. Seolah saya jadi ikut dalam perjalanannya.
    Toraja memang memiliki banyak keunikan dan tidak dimiliki oleh bangsa lain. Bangga kita sebagai bangsa Indonesia…

  23. senangnya bisa berkunjung ke Toraja kak
    Toraja ini memang salah satu destinasi wisata menarik di Indonesia ya kak
    apalagi wisata budayanya

  24. Wow selamat yaa, 4000 kata luar biasa sekali aku baru mampu menulis 2000 kata itupun dengan susah payah merangkainya

  25. Beneran berasa ikut ke Toraja pas baca artikelnya. Selamat ya mbak. Keren toraja nya keren juga artikelnya.

  26. Rantepao memang indah.
    Tinggal dan menetap disini membuatku menemukan sisi lain perihal hidup bersama dengan alam yang masih asri.
    Menyusuri setiap tempat di kota ini seperti menemukan separuh jiwa yang lain.
    Bahkan beberapa tahun tingggal disini masih belum cukup untuk mengunjungi lebih banyak lagi tempat indah yang tidak diketahui orang banyak tentang bagaimana indahnya kota ini lebih dekat dan lebih dalam lagi.

  27. Wow Tana Toraja. Belum pernah ke sana, masih rencana sama teman-teman. Moga bisa segera ke sana dan menikmati keindahan dan keunikan toraja

  28. Mba Putri Keren banget jadi juara 1 lomba blog Toraja. Selamat ya, emang tulisannya detail, mengalir dan asyik dibaca. Keren.

    Toraja, yang paling saya inget itu rumah adat dan kopinya. Ternyata di sana banyak view cantik juga ya. Aslinya saya jadi kepengen berkunjung ke Toraja juga baca postingan ini, Mba.

  29. ketekunan memang nggak menghianati hasil ya mba. dari menang lomba blog, bisa jalan-jalan ke Toraja, beruntung banget…
    sampai di Toraja, juga dapet banyak hiburan dan pengalaman…
    Toraja ini salah satu wishlist destinasi traveling aku sejak kecil, karena dulu pernah baca artikel ttg Toraja di majalah…
    Semoga aku mendapat rejeki liburan ke Tana Toraja

  30. Aku tahu lomba blog ini, mbak. Sayangnya blm sempet ikut udah keburu deadline. Senangnya bisa jalan2 ke Toraja dengan sejuta cinta yaaa. Dudududu, semoga aku jg bisa menjajakan kaki di tanah Toraja. Btw, aku ikut berdoa untuk Adit, semoga damai dan bahagia di sana. Aamiin

    1. belum sempet mampir ke Toraja tapi udah sukak duluan, waktu yang kurang lama waktu dulu ke Makasar. Kudu balik lagi ke sulawesi

  31. Wow, membaca cerita dan melihat foto-fotonya saja sudah membuat jatuh cinta Mbak. Apalagi bisa sampai ke sana ya. Masyaallah.
    Memang alam dan budaya Toraja itu indah sekali. Semoga kapan-kapan saya juga bisa mengunjungi Tana Toraja dan Toraja Utara.
    Makasih artikelnya Mbak, menarik banget.

  32. Selamat ya mba Putri, makin keren. Ulasannya tentang Toraja juga kereen. Aku belum pernah kesana, jadi bisa terbayangkan dengan membaca di blog mba

  33. Tulisan nya keren sekali … ketika membaca seperti dibawa ke alam Toraja … di tunggu episode budaya selanjutnya …. JF

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *