Lilpjourney.com | Jurnal Kopi – Toraja is alwasy good idea. Enam kali ke Toraja sepertinya nggak bikin gue bosan. Selalu ada cerita baru, coffee shop baru, orang baru dan petualangan baru. Kali ini, gue berhasil memenuhi bucket list coffee shop yang pengen gue kunjungi saat ke Toraja. Namanya Toraja Art Coffee. Coffee shop spesialisasi kopi Toraja Sapan. Percayalah, cerita coffee shop kali ini unik dan ternyata berkaitan dengan perjalanan Toraja gue sebelumnya.
SEMUA GARA-GARA KOPI
Menurut Wikipedia, Toraja merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Diperkiraan saat ini terdapat 1 juta jiwa suku Toraja yang sebagian besar tinggal di Toraja Utara dan Tana Toraja. Dahulu, masyarakat Toraja menganut kepercayaan animisme yang dikenal dengan Aluk To’dolo. Kata Toraja sendiri berasal dari bahasa Bugis To’ Riaja yang berarti orang yang tinggal di negeri atas.
Petualangan gue di Toraja bermula pada September 2017. Saat gue dan dia masih berada di zona aman. Sama-sama suka kopi dan jalan-jalan membuat kami nyambung hingga berjam-jam telpon dikemacetan Kota Surabaya atau saat dia melakukan perjalanan Surabaya – Banyuwangi. Sampai akhirnya tiba-tiba kami bertemu di Makassar. Dia hendak ke Toraja, sedang gue ke Kendari. Dan akhirnya kami ngopi di coffee shop Toarco.
Loe kapan ke Toraja? Gue udah balik nih. ‘Tar gue kirimin itinerary tempat wisata di Toraja ya. Loe cuma satu hari aja kan disana? Terus jangan lupa langsung beli tiket bis buat pulang malamnya,” ujarnya saat telpon di whatsapp.
|
Kopi Membuat Gue Berpetualang
Sayangnya, gue nggak mengindahkan saran dia untuk membeli tiket bis pulang. Hingga akhirnya, satu kata “Halo” dari Om Fyant Layuk membuat gue kembali ke Toraja untuk datang ke acara ma’ nene’. Dan untuk pertama kalinya gue bener-bener jatuh cinta, pada Toraja. Kota yang menjadi salah satu icon pariwisata Indonesia karena kekayaan budaya dan kopinya.
Menurut beberapa artikel yang pernah gue baca. Kopi Toraja Sapan meruapakan salah satu kopi terbaik Indonesia. Tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian 1400-2100 masl yang beriklim tropis, membuat kopi Toraja Sapan mempunyai karakteristik rasa yang unik. Menurut gue pribadi, kopi Toraja Sapan ini memiliki body yang full, dengan tingkat keasaman yang rendah khas buah-buahan seperti apel hijau serta after taste dark chocolate.
Ya, sebenarnya kopi lah yang membuat gue berpetualang di Toraja. Tepatnya, ‘dia’ lah pengantar gue di Toraja. Membuat gue tertarik dengan Toraja karena cerita-cerita dia tentang pemakaman milyaran rupiah hingga mummy yang bisa berjalan. Dan karena Torajalah, dia pada akhirnya memilih untuk tidak menjadi apa-apa. Milih mencipta zona nyamannya bersama wanita yang saat ini sudah menjadi travelmatenya. Selamat!
Karena kopi gue dan dia berkenalan dan bertualang. Karena kopi gue dan om Fyant saling menyapa di dalam bis Toraja-Makassar dan menjadi cerita manis tersendiri dalam perjalanan gue di Toraja. Hingga akhirnya, karena kopi blog ini hidup dan mempunyai banyak cerita.
|
TORAJA, DESEMBER 2018
Harusnya saat itu gue kembali ke Toraja untuk datang ke acara Rambu Solo’ Oma dari Om Fyant.Tapi karena banyak hal, akhirnya gue memutuskan untuk indie menikmati Toraja di rumah mama Sarjani dan menjelajah Kampung Ollon.
Padahal aku udah bawain coklat natal buat kamu om,” ketik gue di kolom chat Line.
Sore itu, saat gue mengejar festival kopi yang menjadi rangkaian dari Lovely December di Ke’te Kesu’, gue bertemu tiga mahasiswa dari Makassar. Mereka–Asmita, Chaliq dan Umar–yang mengambil program studi Desain Komunikasi Visual sedang mengerjakan tugas akhir: membuat film dokumenter. Chaliq mengambil tema Kopi Toraja Sapan untuk proyek filmnya. Dari Chaliq inilah gue tau coffee shop Toraja Art Coffee.
Perihal kopi Toraja Sapan, yang mendapat julukan Queen of Indonesia Coffee, pernah gue ulas pada artikel Jurnal Kopi : Mengenal ‘Queen of Coffee’ Kopi Toraja. 70% kopi Toraja Sapan grade 1 secara konsisten telah di ekspor ke Jepang. Ialah PT. Toarco Jaya yang secara legal memiliki izin untuk mengekspor kopi Toraja Sapan.
Dan luar biasanya benang merah Toraja ini membawa gue secara tidak sengaja menginap di tengah perkebunan kopi milik PT. Toarco Jaya yang sayangnya sudah tidak beroperasi. Ingat bukan di awal gue ada menyinggung tentang Toarco. Ya. Ini perusahaan yang sama.
Baca Juga : Landorundun, Sang Putri Rapunzel Toraja |
BUKAN SEKEDAR COFFEE SHOP
Sekecil apapun keputusan yang gue ambil, gue nggak pernah menyesali itu. Termasuk ketika gue nekad ke Toraja pada bulan Agustus 2019 kemarin untuk ke acara Peresmian Pasar Hutan Bambu To’kumila. Dan ketika kembali kerja, tiba-tiba gue dipindahkan ke bidang lain tanpa penjelasan. Hehehe. Kaget? Jelas. Tapi sebagai bawahan gue bisa apa selain mentaati perintah atasan bukan?
Tapi beruntungnya setelah gue pindah, gue punya jam kerja dan hidup yang lebih teratur. Bahkan gue bisa lebih mudah mengajukan cuti. Seperti saat Oktober gue tiba-tiba kebelet pengen ke Toraja. Sebenernya gue ke Toraja saat itu tanpa tujuan jelas. Mungkin hanya melarikan diri dari rutinitas, menjenguk mama Sarjani dan berkunjung ke coffee shop yang direkomendasikan Chaliq, Toraja Art Coffee.
Hallo om Fritz. Saya Putri dari Banjarmasin. Teman Chaliq mahasiswa Makassar yang kemarin membuat video tentang kopi Toraja Sapan jika om Fritz masih ingat. Saya sedang berada di Toraja dan berencana untuk berkunjung ke coffee shop Toraja Art Coffee. Apakah buka pada hari Minggu?” ketik gue di kolom chat whatsapp.
Lembah Keramat Minggu Pagi
Minggu pukul 10 pagi, bersama si mas, gue sampai di Toraja Art Coffee. Walaupun awalnya kami sempat kebingungan karena om Fritz hanya memberi arahan : di Lembah Keramat dekat pertigaan arah Tikala dan di depannya ada patung salib.
Jika diperhatikan dari depan, Toraja Art Coffee ini lebih mirip rumah seniman ketimbang coffee shop. Di terasnya ada deretan lukisan yang digantung pada dinding coffee shopnya. Kursinya terbuat dari kayu, sedang mejanya ada yang terbuat dari marmer. Sangat artistik untuk ‘coffee shop’. Oh iya, di sisi kanannya ada gazebo dan kolam ikan. Tanaman merambat dan pohon hias menghiasi pekarangan Toraja Art Coffee. I felt home. Betah banget berlama-lama disini. Apalagi tanpa kipas angin, Toraja berhawa dingin.
Bertemu Kak April dan Putri Kecilnya
Kedatangan gue saat itu disambut oleh Kak April dan putri kecilnya yang baru berusia 40 hari. Kata Kak April, om Fritz sedang menjemput tamu dari kementerian UKM Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah mendapat izin dari Kak April, gue masuk ke bar Toraja Art Coffee. Disana ada banyak sekali pilihan roast beans. Oh tentu saja, gue pengen cobain Toraja Pulu-pulu Wine. Salah satu kopi mahal karena menggunakan proses fermentasi atau biasa disebut ‘wine proses’.
|
Saat sedang menyelidiki koleksi buku, om Fritz datang bersama Pak Aziz. Kami pun langsung berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri. Jujur saja, saat melihat om Fritz pertama kali yang ada dikepala gue : mungkin beliau mempunyai gen Indonesia-Jepang. Berbeda dengan kebanyakan orang Toraja yang pernah gue temui, Om Fritz mempunyai mata sipitnya dengan tatapan yang tajam, perawakannya tinggi dengan kulit kuning langsat dan rambut panjang yang diikat seperti samurai Jepang, memberikan kesan khas diingatan gue.
Membicaran konsep coffee shop, sepertinya kesan art di Toraja Art Coffee ini tak jauh dari kecintaan Om Fritz terhadap seni. Selain sebagai coffee shop dan tempat memproses kopi, Toraja Art Coffee juga merupakan tempat berkumpulnya para seniman Toraja, entah untuk belajar ataupun untuk forum diskusi.
SEJAK 1999
Om Fritz ternyata bukan orang sembarangan di dunia kopi. Beliau sudah terjun di dunia kopi sejak 1999 dengan mengekspor kopi ke Jepang. Sedang Toraja Art Coffee sendiri mulai roasting kopi sejak 2009.
Dulu iya, saya menjual green beans dan kopi gabah. Tapi sekarang, Toraja Art Coffee yang tidak hanya coffee shop tapi juga micro roastery, hanya menyediakan yang sudah di roasting. Dimana dari pemetikan sampai roasting kami lakukan sendiri,” tutur Om Fritz.
Tidak heran jika di Toraja Art Coffee ini menyediakan kopi dengan berbagai macam proses. Bahkan Om Fritz dengan antusias mengeluarkan koleksi green beansnya. Ada Toraja Sapan dengan Honey dan Full Wash proses, serta ada juga Toraja Pulu-pulu, jenis kopi Toraja yang saat ini sedang naik daun karena punya taste yang unik, dengan proses Natural dan Wine.
Green beans kopi diletakkan om Fritz dalam sebuah wadah atau mangkuk yang terbuat dari gerabah dengan ditopang tulang kerbau setinggi kurang lebih 50 cm serta pada bagian kakinya juga terbuat dari gerabah. Semerbak harum green beans membuat gue sejenak terhipnotis. Apalagi saat mencium aroma green beans dengan proses wine. Wow! Harum banget.
Berbicara tentang mangkuk yang digunakan sebagai wadah green beans, Om Fritz pun menuturkan bahwa wadah ‘mangkuk’ ini bukan sembarang mangkuk. Karena dulu, mangkuk ini hanya boleh dipakai oleh kaum bangsawan Toraja. Biasanya mangkuk ini digunakan untuk tempat makan saat acara-acara adat. Jadi, apakah beliau juga dari keluarga bangsawan Toraja? Simak ceritanya sampai akhir ya.
Berbicara tentang kopi Toraja Sapan, saat ini sebenarnya sangat sulit untuk mendapatkan kopi Toraja Sapan yang asli. Saya yang orang Toraja saja kalau tidak jeli bisa mendapatkan grade 2 atau malah bukan Toraja Sapan. Sampai akhirnya saya memilih selain memetik kopi dari perkebunan kopi milik keluarga saya, saya juga memetik dari perkebunan kopi milik petani kopi di Sapan langsung,” tutur om Fritz.
Berbagi Ilmu Tentang Kopi
Salah satu temen gue yang berprofesi sebagai barista pernah menuturkan bahwa petani kopilah yang paling tau karakter sebuah kopi, sedang barista hanya eksekutor terakhir. Hampir 20 tahun berkecimpung di dunia kopi, tak heran om Fritz mempunyai indra kopi yang tajam khususnya Toraja Sapan. Hebatnya, beliau tidak hanya sebagai eksekutor akhir, tapi dari pembibitan, penanaman, pengontrolan kualitas di perkebunan kopi bahkan beliau lakukan sendiri.
Tidak hanya itu, beliaupun tidak segan untuk berbagi ilmu tentang kopi ke petani kopi. Contohnya saat pemetikan cherry kopi, agar menghasilkan green beans yang berkualitas, hanya cherry yang benar-benar berwarna merah sempurnalah yang boleh di petik. Untuk yang berwana hijau atau kuning jangan dipetik. Tujuannya selain untuk mendapatkan green beans yang berkualitas, tapi juga untuk mengangkat nilai jual si kopi.
Jadi dengan latar belakang pengetahun tentang kopi yang begitu luas, nggak salah kalau gue memberi label beliau sebagai ‘petani kopi paling keren’ kan? Oh iya, Kak April, istri om Fritz juga bukan perempuan sembarangan loh. Kak April selain mahir memainkan perannya di dapur, dia juga mahir dalam roasting dan brewing kopi. Pasangan yang luar biasa keren kan?!
Saat gue menyinggung tentang Toraja Kalosi pun Om Fritz mengatakan bahwa untuk saat ini alangkah baiknya jika ingin mendapatkan kopi Toraja yang berkualitas bisa datang ke pasar kopi di Toraja. Itupun harus hati-hati agar benar-benar mendapatkan kopi Toraja Sapan yang asli. Sedang Kalosi sendiri merupakan pasar kopi di Enrekang, bukan Toraja.
Jadi dulu sebelum akses jalan mudah seperti sekarang, para petani kopi dari Sesean menjual kopinya di pasar Kalosi, karena akses jalan ke Kalosi lebih mudah di lalui dari pada ke pasar kopi di Toraja. Jadi kalau dulu Kopi Toraja Kalosi memang berasal dari Toraja, untuk saat ini sepertinya pembeli harus lebih jeli,” cerita om Fritz.
BENANG MERAH
Seperti yang gue ceritakan di awal, benang merah cerita gue di Toraja ini nyata adanya. Dan secara kebetulan orang-orang yang gue kenal di Torajapun saling mengenal satu sama lain. Bermula dari pertanyaan Om Fritz dimana gue biasa menginap saat di Toraja dan gue menyebut di Tongkonan Kale Landorundun milik mama Sarjani La’lang.
Sebentar, bagaimana bisa kamu kenal dengan tante Sarjani? Beliau itu keluarga saya. Yang kemarin meninggal di Landorundun itu, nenek saya,” tutur Om Fritz.
Dan sebenernya gue merasa “wow” saat itu. Nggak menyangka bahwa Om Fritz dan Mama Sarjani berkeluarga. Foto di atas adalah Almh. Ne’ Le’bok, mama dari mama Sarjani yang pada bulan bulan September telah berpulang.
Meninggalnya Seorang Bangsawan Toraja
Satu fakta tentang Toraja lainnya yang baru saja gue tau saat om Fyant mengirim foto ‘seseorang’ yang duduk di kursi dan dibelakangnya ada banyak kain tenun yang di gantung pada dinding tongkonan. Awalnya gue nggak ngeh, gue kira foto ‘kain tenun’, setelahnya om Fyant baru menjelaskan, bahwa ada tradisi di Toraja jika seorang meninggal dan jenazahnya didudukan di kursi, maka upacara adatnya akan menjadi salah satu upacara adat besar. Bisa dikatakan beliau dari keluarga bangsawan.
Jadi sudah bisa menarik kesimpulan bukan?
Kemarin aku ke tempat om Fritz untuk foto acara anaknya. Aku tau tongkonan tempat kamu biasa nginap. Yang punya tongkonan keluarga Om Fritz kan,” tutur om Fyant saat kami sedang video call.
Sampai akhirnya, semua orang dalam ceritaku saling kenal. Lucu ya? By the way, kemarin mama Sarjani memberi kabar. Oktober 2020 rencananya Oma akan di Rambu Solo’.
Peluk dari jauh
kalo ke Toraja wajib hukumnya cobain kopi khasnya nih
cerita perjalanan yang saling menyatu ternyata membawa kesan sendiri ya, pengalaman yang nggak terlupakan
Berarti perkembangan coffee shop di Toraja berkembang pesat Mba. Apalagi Tana Toraja juga punya perkebunan kopi bukan?
Seru sekali ya, bisa langsung mencicipi kopi terbaik Indonesia di sana. Aaahh, kapan ya bisa ngebolang ke Toraja….
Selalu saja ada cerita ya, setiap traveling ke Toraja…
Nice story
Tempatnya asyik banget. Menikmati seduhan kopi di tengah-tengah suasana Toraja yang penuh magis. Hmm, semakin menambah kenikmatan ya.
Saya pernah ke Toraja zaman masih SMP sekitar tahun 1998.. berarti kafe ini belum ada ya, karena baru ada tahun 1999. Baiklah, semoga suatu saat bisa menjejakkan kaki ke Toraja dan mampir ke kafe kopi yang unik ini.
Ehm.. ehm.. sepertinya, bila nanti Mbak Putri ditanya mau tinggal di kota mana, kayaknya akan nyebut TORAJA hehehe. Soalnya dari ceritanya, sudah ada ikatan kuat dengan Toraja. Apalagi sudah kepincut dangan kopi dan adat isitiadatnya.
Saya sudah lama sekali ke Toraja, Mbak. Itu pun sudah banyak lupa. Makanya pengin ke sana lagi. Semoga terlaksana setelah pandemi berakhir. Aamin.
Toraja emang punya segudang cerita ya mbak, biarpun belum pernah berkunjung kesana tapi lewat cerita2 mbak Putri, serasa aq udah ikut traveling kesana
kece banget rumah ini ya kak, beneran banyak informasi berguna tentang kopi Toraja terhimpun disini. satu tempat berjuta informasi. Sembari mendengar cerita dan menyeruput kopi pasti jadi hal menyenangkan sekali ya
Tana Toraja selalu menarik untuk diulas. Banyak hal menarik di sana yang saya belum pernah melihatnya sendiri. Semoga suatu hari nanti.
Saya enggak terlalu mengerti soal kopi Kak, cuma suka sama wanginya saja. Tapi dari tulisan ini saya jadi bisa tahu kalau proses untuk menjadi kopi yang enak dan nikmat itu membutuhkan proses panjang serta orang yang paham. Pada akhirnya, kopi memang bukan sekadar kopi ya tapi ada filosofi dibalik itu semua.
Wah seru sekali petualangannya mencari kopi2 unik. Aku baru tau nih ternyata Kopi Toraja menjadi ratunya kopi di Indonesia. Harus dicoba banget nih. Toraja menjadi salah satu wish list traveling gw nih. Smg pandemi lekas selesai. Jadi gw bs ngebolang lagi. Di Sulawesi baru nemplok ke Manado doank hahaha..
Saya baru 1x ke Toraja, dan memang budayanya benar2 unik. Sayang waktunya terbatas, jadi belum bisa mengeksplor banyak hal, termasuk kopinya
Waw.. Gimana ya rasanya makan minum di mangkuk bangsawan? Aku pernah minum kopi toraja dikasih sodara yg berkunjung ke sana. Enak. Kopinya khas. Beda ama kopi Jawa
bagai menemukan surga kopi ya mbak
aku sih orang yang biasa aja ya terhadap kopi, tapi tentu aku akan antusias kalau aku datang ke toraja art coffee
sebab kopi selalu menarik, apalagi toraja terkenal akan kopinya kan
cek
Beberapa kali baca tulisan Mbak Putri tentang kopi dan Toraja. Selalu menarik dan gak bosenin. Waah udah 6 kali ke Toraja. Wooow…
Aaaaa pengen banget bisa ke Toraja terus nyobain kopinya langsung di Toraja. Btwe sekarang buka gak sih, siapa tau tahun ini bisa menjejakkan kaki di tanah Toraja, doain ya mbak
Waw.. Gimana ya rasanya makan minum di mangkuk bangsawan? Aku pernah minum kopi toraja dikasih sodara yg berkunjung ke sana. Enak. Kopinya khas. Beda ama kopi Jawa
Toraja coffee emang terkenal sih ya. Dan dulu aku sempat gagal datang ke toraja karena perjalanan singkat gak memungkinkan menjajaki kaki di sana. Hiks sedih. Padahal udah penasaran banget lho
saya pernah minum kopi teraja di suatu cafe alhasil astaga gak bisa tidur sampe pagi kuat banget cafeinnya tapi enak banget sih gak terlalu pahit
Konsepnya unik banget ya mbak. Selain ada ruang edukasi, interiornya juga homey banget.
Ah, bisa belajar sejarah sambil ngopi syantik di toraja art nih
Memang beda ya kak, kalo kafe kopi yang dijalankan oleh orang yang memang punya passion di bidang ini akan lebih maksimal menjalankannya.
Toraja art coffee ini bakalan jadi tempat yang wajib dikunjungi kalo nantinya aku main ke tanah Toraja.
Kapan ngajakin aku ke Toraja, Put?
Ngomongin kopi selalu bikin mataku ijo nih. Kesemsem Mulu. Wkwkwk
Tapi sayang belum banyak kopi yang bisa diincip. Masih seputaran daerah Jawa aj. Next semoga bisa mampir ke Toraja art coffee deh